Sabtu, 09 April 2011

Fasal I : Tentang "Hakikat ilmu, Fiqh & Kelebihannya" (Bag. 2) selesai.

By Fabaks

"Ilmu" adalah sesuatu yang bisa menghantarkan pemiliknya -sebagai wasilah- menuju makrifat (pengetahuan) untuk mengenali sifat-sifat : kesombongan (al-Kibr), sifat kerendah-hatian (at-Tawaddhu`), kelemah-lembutan/keramahan (al-Alifah), penyucian hati (al-`Iffah), berhemat (al-Israf) dan sifat-sifat lainnya. Begitu pun dalam hal etika dan akhlaq seperti : sifat murah hati (dermawan), sifat pelit, lemah/ketakutan, dan atau sifat keberanian

Sesungguhnya sifat-sifat sebagaimana diatas : kesombongan, pelit, lemah dan sifat berlebih-lebihan adalah hal-hal yang terlarang yang seharusnya dijauhi. Seseorang tidak mungkin bisa menjaga diri dari padanya melainkan harus dengan ilmu dan dengan mengetahui semua lawan dari sifat-sifat sedemikian tersebut. Karenanya menjadi ketetapan bagi setiap orang untuk mempelajari dan mengetahui tentang semua itu (akhlaq/etika).

Karenanya, Imam besar Ustadz Sayyid asy-Syahid Nashiruddin Abul-Qosim telah menyusun suatu kitab tentang akhlaq/etika -kitab ini adalah sebaik-baik hasil karyanya- “hendaklah bagi setiap muslim wajib untuk mengindahkan & memeliharanya”.


Sedangkan pemeliharaan ilmu-ilmu yang berkenaan dengan situasional dan kondisional (ilmu kejuruan) maka ilmu ini hanya terhukum wajib kifayah. Karena bilamana di sebagian penduduk suatu desa telah ada seorang yang mempelajari ilmu-ilmu sedemikian tersebut maka gugurlah bagi yang lain, tetapi jika belum ada maka semua penduduk desa sama-sama menanggung dosa secara kolektif. Karenanya, bagi seorang imam hendaklah memberikan seruan / himbauan untuk itu dan baginya agar bisa mencari solusi alternatif untuk mereka menyangkut hal tersebut.

Dikatakan : bahwasannya ilmu yang menyangkut kebutuhan pokok setiap individu dalam segala aspeknya tentang urusan logistik (untuk pengadaan bahan-bahan makanan) itu memang seharusnya di pelajari oleh setiap orang.

Tetapi ilmu yang berkenaan dengan kondisional masyarakat dalam hal obat-obatan misalnya(medis/farmasi) itu tetap akan dibutuhkan (namun tidak untuk sepanjang masa).

Sedangkan ilmu nujum (astronomi/zodiak/ilmu-ilmu perdukunan) untuk penyembuhan orang sakit, maka mempelajarinya terlarang (haram) karena ilmu ini dianggap berbahaya dan tidak membawa manfaat sama sekali, padahal lari dari ketentuan Allah swt (mengingkari qodlo dan qodarNya) adalah sesuatu yang sangat tidak mungkin.

Maka, sebaiknyalah bagi setiap muslim agar senantiasa menyibukkan diri dengan berbagai aktifitas yang bermanfaat disegala waktu luangnya sebagaimana dzikrullah (mengingat Allah), berdoa dan meminta dengan merendahkan diri dihadapan Tuhan, membaca quran, memberikan shodaqoh (yang bisa menolak bala), membaca shalawat, memohon kepada Allah swt untuk supaya diberikan segala ampunan dan keselamatan agama dan keselamatan akhirat agar kiranya Allah swt senantiasa memberikan penjagaan dini dari segala marabahaya dan segala penyakit. Karena sesungguhnya termasuk dari pada rizqi besar itu ialah terijabahnya suatu doa.

Bilamana kelak suatu hari marabahaya dipastikan akan mengenai seorang muslim yang ia sendiri tidak mungkin menolaknya tetapi -dalam pada kondisinya sperti itu- Allah swt masih berkenan baik atasnya, maka ia pun diberikan rizqi olehNya berupa kesabaran dan ketabahan sebab keberkahannya atas doa (yang ia panjatkan sebelumnya).

Demi Tuhan, bilamana seseorang mempelajari ilmu perbintangan (ilmu falak/astronomi) tetapi dengan tujuan sekedar untuk mengetahui arah qiblat, atau untuk mengetahui masuknya waktu sholat, maka hal ini diperbolehkan. Dan atau jika mempelajarinya untuk kebutuhan medis juga masih bisa ditolerir (boleh) sebab hal ini masih dianggap sebagai satu dari sekian banyak faktor mata rantai sebagai penunjang yang harus ada didalamnya, karenanya memepelajari ilmu falak dalam konteks ini diposisikan sebagaimana bolehnya mempelajari dan berusaha mengetahui akan berbagai faktor pendukungnya (yakni boleh-boleh saja).

Suatu ketika, Nabi saw pernah berobat, kejadian ini pernah diceritaklan oleh Imam Syafi`i -semoga Allah swt merahmati beliau-, tersebut dalam riwayatnya ia berkata : “Ilmu itu terbagi dua : 1). Ilmu FIQH untuk memahami agama, dan 2). Ilmu THIB (medis) untuk memahami kondisi tubuh”. Karena segala sesuatu yang bilamana dibawah kendali kedua ilmu ini (ilmu Fiqh & ilmu Thib) niscaya -kehidupannya- akan setabil.

Interpretasi suatu ilmu : ia adalah sifat yang memiliki keagungan bagi siapa pun yang -berusaha- menegakkannya maka ia pun memiliki keagungan sebagaimana keagungan sifatnya. Sedangkan interpretasi ilmu Fiqh : ialah ilmu yang mengenali sesuatu secara detail dengan beragam macam tingkat kesulitannya.

Pernah, Imam Abu Hanifah -semoga Allah swt merahmati beliau- mendefinisikan ilmu Fiqh sebagai ilmu yang berfungsi untuk “Mengetahui semua apa yang ada didalam jiwa dan -untuk menegakkan- semua apa yang berdasarkan atasnya”. Seraya berkata : “Tak ada ilmu melainkan untuk diamalkan, sedangkan beramal dengan ilmu itu -dilakukan dengan cara- menyegerakan amal dengan tidak menunda-nundanya”.

Karenanya, sebaiknyalah bagi semua orang agar kiranya tidak melalaikan diri dari segala hal yang akan memberinya manfaat dan dari apa yang akan membahayakan bagi diri mereka baik dipermulaan maupun dipenghujungnya dengan berusaha -memberikan penekanan secara kuat- seraya memaksa diri untuk segala hal yang akan membawa manfaat dan berusaha menjauhi atas apa yang akan mendatangkan bahaya bagi diri mereka. Hal ini -dimaksudkan- supaya akal dan amalan yg mereka perbuat itu tidak dianggap sebagai alasan (hujjah) yang akan berakibat buruk yang berujung kepada tambahnya siksa Tuhan. -Kami berlindung dari segala murka dan siksaNya-.

Padahal, banyak kisah-kisah populer dan kabar-kabar sahih yang tersebar di berbagai riwayat tentang sifat-sifat ilmu dan keutamaannya, tetapi sengaja disini kami tidak membubuhkannya karena untuk mempersingkat pembahasan dalam kitab ini.

>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

(والعلم وسيلة إلى معرفة : الكبر، والتواضع، والألفة، والعفة، والأسراف، والتقتير، وغيرها) ، وكذلك فى سائر الأخلاق نحو الجود، والبخل، والجبن، والجراءة

فإن الكبر، والبخل، والجبن، والإسراف حرام، ولايمكن التحرز عنها إلا بعلمها، وعلم ما يضادها، فيفترض على كل إنسان علمها

وقد صنف السيد الإمام الأجل الأستاذ الشهيد ناصر الدين أبو القاسم كتابا فى الأخلاق ونعم ما صنف، فيجب على كل مسلم حفظها

وأما حفظ ما يقع فى الأحايين ففرض على سبيل الكفاية، إذا قام البعض فى بلدة سقط عن الباقين، فإن لم يكن فى البلدة من يقوم به اشتركوا جميعا فى المأثم، فيجب على الإمام أن يأمرهم بذلك، ويجبر أهل البلدة على ذلك

قيل: إن العلم ما يقع على نفسه فى جميع الأحوال بمنزلة الطعام لابد لكل واحد من ذلك

وعلم ما يقع فى الأحايين بمنزلة الدواء يحتاج إليه (فى بعض الأوقات)

وعلم النجوم بمنزلة المرض، فتعلمه حرام، لأنه يضر ولاينفع، والهرب عن قضاء الله تعالى وقدره غير ممكن

فينبغى لكل مسلم أن يشتغل فى جميع أوقاته بذكر الله تعالى والدعاء، والتضرع، وقراءة القرآن، والصدقات [الدافعة للبلاء] [والصلاة] ، ويسأل الله تعالى العفو والعافية فى الدين والآخرة ليصون الله عنه تعالى البلاء والآفات، فإن من رزق الدعاء لم يحرم الإجابة

فإن كان البلاء مقدرا يصيبه لامحالة، ولكن يبر الله عليه ويرزقه الصبر ببركة الدعاء

اللهم إذا تعلم من النجوم قدرما يعرف به القبلة، وأوقات الصلاة فيجوز ذلك وأما تعلم علم الطب فيجوز، لأنه سبب من الأسباب فيجوز تعلمه كسائر الأسباب

وقد تداوى النبى عليه السلام ، وقد حكى عن الشافعى رحمة الله عليه أنه قال: العلم علمان: علم الفقه للأديان، وعلم الطب للأبدان، وما وراء ذلك بلغة مجلس 

وأما تفسير العلم: فهو صفة يتجلى بها المذكور لمن قامت هى به كما هو

والفقه: معرفة دقائق العلم مع نوع علاج 

قال أبو حنيفة رحمة الله عليه: الفقه معرفة النفس ما لها وما عليها

وقال: ما العلم إلا للعمل به، والعمل به ترك العاجل الآجل

فينبغى للإنسان أن لايغفل عن نفسه، ما ينفعها وما يضرها، فى أولها وآخرها، ويستجلب ما ينفعها ويجتنب عما يضرها، كى لايكون عقله وعمله حجة فيزداد عقوبة، نعوذ بالله من سخطه وعقوبه

وقد ورد فى مناقب العلم وفضائله، آيات وأخبار صحيحة مشهورة لم نشتغل بذكرها كى لايطول الكتاب

2 komentar:

  1. Imam besar Ustadz Sayyid asy-Syahid Nashiruddin Abul-Qosim telah menyusun suatu kitab tentang akhlaq... Boleh tau nama kitabnya apa akh? Syukron.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Imam besar Ustadz Sayyid asy-Syahid Nashiruddin Abul-Qosim (wafat tahun 502h/1108m. nama aslinya Al-Husaen bin Muhammad ar-Raghieb al-Asfihaniy, Abul-Qosim. seorang sastrawan Arab, mufassir dan seorang hakim. karyanya banyak sekali.

      kitab yg dimaksud ialah "Kasyfudz-Dzunun".

      هو الحسين بن محمد الراغب الأصفهانى، أبو القاسم، أديب لغوى مفسر حكيم، كثير التأليف توفى عام 502/ 1108 (كشف الظنون 36)ـ

      terimakasih mas "Muflih Agus Ahmadi" kunjungannya diblg ini.

      Hapus

Berikan kesan dan pesan yg baik lagi bijak.