Sabtu, 17 November 2012

MasterPIECE - Setiap Manusia ialah karya besar Tuhan


By فباك بالله


Pendahuluan

"Setiap manusia adalah Masterpiece", demikian penjelasan singkat Chatib Munif, pada kesempatan Stadium General yang diikuti oleh mahasiswa fakultas Tarbiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang juga diikuti oleh sebagian besar mahasiswa program Dual Mode System (DMS) yang berlangsung pada Senin, tertanggal 8 Oktober 2012 diruangan auditorium kampus tersebut. Bahwa "Setiap manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa tentu tidak lain sebagai karya besar-Nya" demikian lanjut beliau, "dengan demikian maka semestinya tak satupun dari kita (ummat manusia) dengan berbagai kekurangan & kelebihan yang disandang itu bukanlah sebagai produk gagal dari Tuhan".

Pernyataan penulis buku “Sekolahnya Manusia dan Gurunya Manusia” ini nampaknya bersesuaian sekali dengan semangat pesan Tuhan dalam firman-Nya, al-Quran surah `Ali `Imran ayat 191.

قال تعالى : رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلاً, سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
(آل عمران 191)



Maksudnya : "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka". (QS. Ali Imran : 191)

Dan Allah berfirman dalam surah at-Tiin ayat 4 :

قال تعالى : لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيم.ٍ (التين : 4)

Maksudnya : "Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya". (QS. At-Tiin 4)

Latar belakang

Andi (bukan nama asli), ialah satu dari sekian banyak siswa ditempat saya mengajar "MI. Tanbihul Athfal" desa Tegalgubuglor kecamatan Arjawinangun kabupaten Cirebon, dia seorang anak yang memiliki sifat-sifat berbeda dari kebanyakan siswa di Lembaga pendidikan tersebut, ia memang cenderung usil tetapi pada saat yang bersamaan ia pun tak mau diusili.

Ketika dia merasa terganggu dan terusik oleh usilan teman sebangkunya misalnya, atau usilan dari teman-teman sekelasnya, dia tak jarang menangis karena usilan teman-temannya tersebut, karenanya, maka lebel "anak cengeng" pun seringkali disandangkan kepadanya dari teman-teman sepermainan di sekolahnya.

Pada dasarnya dia kerap bermasalah, baik di tengah keluarganya, dilingkungan rumah dan bahkan disekolahnya, MI. Tanbihul Athfal -tempat dimana dia mulai mengenyam pendidikan dasar-, bahkan boleh jadi -permasalahan itu- hampir saja terjadi setiap hari, hingga bagi keluarganya dia di anggap sebagai anak yang tiada hari tanpa masalah. Maka tak pelak siapa pun gurunya tentu akan merasa kewalahan menghadapi dan menangani murid-murid kelas terutama murid yang satu ini, Andi.

Judul diatas "Masterpiece", tema ini sengaja saya angkat via artikel ini sesungguhnya mengacu kepada kenyataan yang saya hadapi sendiri dilapangan saat mana saya melangsungkan pembelajaran kepada anak-anak didik saya dalam beberapa tahun belakangan.

Masterpiece, istilah ini pertama saya dengar dari pakar multiple intellegences yang juga penulis "Sekolahnya Manusia dan Gurunya Manusia", pada kesempatan itu beliau menjelaskan dengan gayanya yang khas bahwa "sesungguhnya tak ada manusia tercipta didunia ini sebagai produk gagal dari Tuhan, semua orang sejatinya sama di hadapan Tuhan, semua orang merupakan hasil karya terbesarNya", "Pahami itu !!" katanya menegaskan. (Sekolahnya Manusia dan Gurunya Manusia. 2006)

Gagasan ini pada awalnya, jujur saja agak membingungkan bagi saya karena diawal-awal mendengarnya, saya masih belum mengerti betul apa yang sesungguhnya beliau maksudkan tentang "Masterpiece" itu, tetapi setelah saya cermati dan mendengarkan secara seksama dari paparan dan ulasan beliau secara langsung, alhamdulillah sedikit demi sedikit saya bisa menangkap dan memahami ide besar dan gagasan dari sebuah konsep yang seakan-akan terlihat sederhana namun sesungguhnya dapat berimplikasi besar dan memiliki pengaruh yang luar biasa manakala konsep tersebut bisa kita wujudkan dilingkungan setiap lembaga pendidikan dimanapun berada dan ditengah lingkungan keluarga sekalipun (oleh para guru disekolah pada umumnya dan terlebih khusus bagi para orang tua ditengah keluarga). Dan setahap demi setahap saya pun bisa mengikuti beberapa point yang beliau contohkan yang kemudian saya mencoba menerapkannya dilapangan pada saat saya mengajar sejak sebulan terakhir, tepatnya setelah mengikuti pelatihan yang berlebel Stadium General dalam tajuk "Multiple Intellegences" by DR. Chatib Munif.


Rumusan Masalah

Dari uraian pendahuluan dan latarbelakang diatas, ada bebarapa rumusan masalah yang bisa kita fokuskan disini sebagai permulaan untuk dijadikan sebagai standar umum dalam pembahasannya nanti, antara lain :

a.  Bagaimanakah upaya penanganan secara khusus dan intensif terhadap anak-anak didik yang kebetulan memiliki sifat-sifat berbeda dengan kebanyakan siswa lainnya agar terjadilah suasana pembelajaran yang nyaman dan kondusif dalam kelas.

b. Bagaimanakah upaya pendekatan komunikasi secara baik dan terus menerus hingga terwujudlah komunikasi paralel antara guru dengan siswa yang bersangkutan secara intern disatu sisi, namun pada kesempatan yang lain juga bisa dilakukan komunikasi dengan orang tua siswa secara ekstern.

c.  Bagaimanakah mengupayakan adanya perhatian khusus terhadap anak-anak didik yang kebetulan memiliki sifat-sifat semisal dengan kasus diatas, tentu saja dengan tidak mengabaikan hak-hak siswa lainnya pada saat pembelajaran berlangsung, dengan demikian tercapailah kegiatan belajar-mengajar dilingkungan kelas sebagaimana tujuan pembelajaran semula.


Tujuan dasar

Ada beberapa sasaran penting sebagai tujuan dasar dalam penulisan artikel ini, bahwa melalui penulisan ini nantinya diharapkan :
1. Terciptanya suatu prinsip keadilan pada sesama manusia baik dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan disekitarnya dengan membiasakan diri bersikap adil secara intern dengan menanamkan sikap keadilan kepada sesama secara ekstern.
2. Terciptanya suatu sikap terbuka dan melahirkan sikap saling bantu antar sesama manusia.
3. Terjaganya keharmonisan sebagai sikap ukhuwah islamiyah baik dalam lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah.
4.  Terbentuknya suatu karakter luhur dan terpuji bagi anak-anak cacat mental kelak dalam proses pengembangan pshicologi hidupnya. Inilah yang pernah dipaparkan oleh Prof. DR. M. Amin Aziz dalam sebuah buku yang beliau tulis : "Manusia baik adalah yang memiliki karakter luhur dan terpuji"

Lebih jauh beliau memaparkan bahwa : "Karakter luhur dan terpuji merupakan pangkal dalam melakukan kebaikan, baik bagi diri sendiri, masyarakat dan lingkungan". Perintah membentuk karakter luhur merupakan bagian dari ajaran agama, khususnya agama islam. Hal ini terbukti dari diutusnya Muhammad saw ke dunia sebagai representatif yang rahmatan lil`Alamien. (Aziz M. Amin Prof. DR. 2012)


Analisis dan Pembahasan

Bahwa berdasarkan yang termaktub dalam deskripsi pada pendahuluan dan latar belakang diatas, maka muncullah beberapa teori sebagai berikut :
1-  Konsep memanusiakan manusia ("pandanglah dia sebagai manusia" kata bang Iwan Fals) tanpa harus memandang sebelah mata dan tanpa mengecualikan kondisi apapun yang di sandangnya ;
2-  Memperlakukan manusia dengan kasih sayang dengang terus menerapkan hubungan baik dan mengupayakan komunikasi yang baik dengan berbagai pendekatan secara intens ;
3-  Memahami manusia melalui sifat dan watak yang dimiliki hingga kemudian bisa terlihat bakat terpendamnya dengan terus mengupayakan dan mengarahkannya sesuai dengan kemampuan bakat yang dimiliki.

Rasulullah saw bersabda :

قال رسول الله -صلّى الله عليه وسلّم- : إتَّقُوا اللهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أوْلاَدِكُمْ. (رواه النعمان)

Maksudnya : "Bertaqwalah kalian kepada Allah, dan berlaku adillah diantara anak-anak kalian". Hadits riwayat An-Nu`man

Ketika menafsiri hadits ini, Sayyid Ahmad Al-Hasyimi berkementar :"Bahwa nabi saw menganjurkan agar berbuat adil diantara sesama anak dalam segala hal, karena sesungguhnya apabila seseorang tidak berbuat adildiantara sesama anaknya, bearti dia telah menanamkan bibit perpecahan dan permusuhan dianatara sesama mereka" (Syarah Mukhtarul-Ahadits. 2010).

            Lebih lanjut, Sayyid Ahmad Al-Hasyimi memaparkan : Apabila perpecahan dan permusuhan telah tumbuh subur diantara sesama saudara, maka terputuslah hubungan shilaturrahim diantara mereka, padahal syari`at islam mengajarkan agar hubungan shilaturrahimharus tetap dipelihara, bahkan hal ini disejajarkan dengan posisi iman, seperti yang diungkapkan dalam hadits lain yang menyatakan :

قال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ.
(رواه البخاري ص 105 من الجزء التاسع عشر. رقم الحديث 5673)

"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah dia menghubungkan shilaturrahim". (Hadits sahih riwayat Bukhari XIX/105. nomor hadits 5673).


Analisis (pembahasan)

DR. Chatib Munif, penulis buku best seller "Sekolahnya manusia dan gurunya manusia" ini mengatakan pada kesempatan simposium yang bertajuk "Multiple Intelligencia" di fakultas Tarbiyah IAIN Syekh Nurjati Cirebon, bahwa "Ada 3 kekuatan besar dalam pembelajaran guru, yaitu : paradigma, cara, dan komitmen". 

Kemudian, lebih jauh beliau memaparkan : "Ketiga kekuatan itu akan membuat guru selalu menemukan paradigma baru dalam pembelajaran, cara mengatasi masalah dalam pembelajaran, dan mampu tetap komitmen apapun tantangan dan rintangan yang ada di depan mata. Tantangan terbesar bagi seorang guru bukanlah orang lain, tetapi dirinya sendiri yang belum menemukan harta karun dalam dirinya".

Beliau juga mengilustrasikan dengan pendekatan metaforism bahwa keberadaan dan fungsi seorang guru bagi anak-anak didiknya itu bak sebagaimana seorang seniman dalam manakala didepan kanvas putih, begini katanya : "Guru adalah seniman tingkat tinggi yang akan menemukan harta karun dari peserta didiknya".

Beliau juga mengambil contoh real pada pola-pola kehidupan umat beragama : "Di Hinduism (aliran/paham yang berpedoman kepada ajaran ummat Hindu) kastanya Pandhita, guru harus mampu menjadi seniman tingkat tinggi. Dengan begitu mereka akan menjadi guru kreatif dan menginspirasi teman guru lainnya".

Runtuhkan penghalang, “Anak ini nakal, anak ini bandel” ,,, dan sebagainya ,,, dan sebagainya yang mengindikasikan asumsi-asumsi negatif para orang tua atau guru terhadap setiap anak dan anak didiknya ditengah keluarga dan sekolahnya. Kemudian, untuk menindak lanjuti penanganan sifat-sifat anak seperti dalam contoh yang kami ketengahkan dan ulas pada latar beakang dan masalah penulisan diatas, maka beliau melanjutkan ; "Disini, sebagai seorang guru tentu harus meruntuhkan penghalang itu dengan kalimat-kalimat positif dan membuat anak menjadi juara. Ayo pilih sekolahnya manusia, dan anak kita bukan robot".

Zaman sekarang, kita perlu memotret kemampuan anak-anak yang seluas samudra. Cari potensi anak dan temukan harta karun yang ada di dalamnya. Guru harus menjadi penyelam ulung agar harta karun yang tersimpan di dalam samudra itu bisa diangkat ke permukaan.

Munif Chatib, sangat mempercayai konsep “setiap anak adalah bintang”. Tidak ada anak yang tidak baik, dan tidak ada pula anak yang tidak pintar. Ketika kita memperlakukan anak sebagai bintang, maka akan lunturlah konsep-konsep negatif yang menempel dalam diri anak-anak kita. Ubahlah penilaian negatif kita menjadi penilaian positif.

Munif Chatib juga mengajak kita para guru dan orang tua untuk membuka 5 bingkisan terindah bagi anak, dan peserta didik kita. Kelima bingkisan itu adalah:
1.      Bintang
2.      Samudra
3.      Harta Karun
4.      Penyelam
5.      Bakat
Guru dan orang tua harus membuka kelima bingkisan itu agar anak menjadi juara. Bisa gak kita melihat anak kita semuanya juara, cerdas, menjadi bintang, apapun keadaannya itu? Setiap orang adalah Masterpiece.

Referensi : http://wijayalabs.com/2012/05/27/munif-chatib-setiap-orang-adalah-master-peace/


Penutup

Kembali soal Andi, betapapun dia atau anak-anak lain seusianya ialah seorang yang kebetulan memiliki kekurangan, baik menyandang kekurangan fisik maupun mental, namun dia tetaplah manusia yang sejatinya sama dengan kita, terkadang di balik kekurangannya itu dia memiliki banyak potensi terpendam yang semestinya kita upayakan pendayaannya karena pada dasarnya dia pun tetap seorang manusia yang berhak padanya akan masa depan yang cerah sama dengan manusia normal lainnya. Karena itu, maka semestinyalah kita perlakukan dia sebagai manusia seutuhnya, dia berhak mendapatkan kasih dan sayang, perhatian yang cukup dari kita (para guru, terutama orang tuanya) dengan terus mengupayakan komunikasi dan pendekatan yang baik dan intens sehingga pada saat yang bersamaan dia dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrah suci yang dimilikinya.

Dengan demikian, kewajiban bagi kita untuk senantiasa memperlakukan dia sebagaimana kita pahami, perhatikan dan memperlakukannya sebagaimana mestinya hingga dikemudian hari dia pun bisa tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang tak sepatutnya kehilangan arah dan memiliki masa depan yang cerah dan jelas sebagaimana manusia normal pada umumnya.

Maka untuk mengakhiri tugas penulisan ini saya teringat betul pesan Kanjeng Nabi saw tentang kesucian dan kemurnian anak manusia dalam sabdanya yang sahih ,,,

قال رسول الله -صلّى الله عليه وسلّم- : كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَإِنَّ أَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِّسَانِهِ. (رواه البخاري)

Maksudnya : "Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah (suci dan murni), maka sesungguhnya kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia sebagai Yahudi, atau Nashrani atau Majusi". Hadits sahih riwayat Bukhari

Dan firman Allah swt :

قال تعالى : وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ. (التوبة : 122)



Maksudnya : "Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya". (QS. At-Taubah : 122)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan kesan dan pesan yg baik lagi bijak.